Kidung wahyu kolosebo adalah sebuah karya sastra yang diciptakan dan dilantunkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, yang merupakan salah satu dari Walisongo pada zaman peralihan Majapahit (Hindu-Buddha) ke Demak Bintara (Islam).
Kidung wahyu kolosebo mengandung nilai-nilai ajaran Islam dan makna spiritual. Kidung ini berisi ajaran kepada umat manusia yang ingin mengetahui tujuan hidupnya.
Wahyu adalah pesan dari langit yang disampaikan Tuhan kepada umat-Nya. Di dalam agama Islam, wahyu diberikan kepada nabi yang berisi petunjuk-petunjuk hidup yang kemudian dibukukan dalam bentuk kitab suci.
Kolo artinya adalah waktu sedangkan Kolo dalam ejaan bahasa Indonesia adalah kala. Dalam tradisi dan sejarah Jawa, Bathara Kala merujuk kepada penguasa waktu.
Sebo artinya adalah menghadap sedangkan Dalam istilah modern, sebo atau seba merujuk pada tempat tempat untuk menghadap raja. Dalam konteks mistisme dan spiritualisme Jawa, sebo sendiri identik dengan menghadap kepada Sang Maha Kuasa, dalam Islam adalah Allah SWT.
Menurut penjelasan di atas, Kidung Wahyu Kolosebo adalah sebuah karya yang menjelaskan tentang caara hidup dan tujuan kita kembali kepada sang maha kuasa. Maka lagu atau kidung ini sangat identik dengan spiritualisme Islam berbaur nuansa Jawa.
Artikel ini Berisi
Lirik Kidung Wahyu Kolosebo dan artinya

Rumekso ingsun laku nisto ngoyo woro
Kujaga diri dari perbuatan nista dan sesuka hati
Kelawan mekak howo, howo kang dur angkoro
Dengan mengendalikan hawa, hawa nafsu angkara
Senadyan setan gentayangan, tansah gawe rubeda
Meski setan bergentayangan, selalu membuat gangguan
Hinggo pupusing jaman
Sampai akhir zaman
***
Hameteg ingsun nyirep geni wiso murko
Sekuat tenaga saya memadamkan api, bisanya kemurkaan
Maper hardening ponco, saben ulesing netro
Mengendalikan panca (lima) indera dalam setiap kedipan mata
Linambaran sih kawelasan, ingkang paring kamulyan
Dilandari rasa welas asih Sang Pemberi Kemuliaan
Sang Hyang Jati Pengeran
Sang Maha Sejati Tuhan
Jiwanggo kalbu, samudro pepuntoning laku
Bertahta di kalbu, samudera pemandu perbuatan
Tumuju dateng Gusti, Dzat Kang Amurbo Dumadi
Menuju kepada Tuhan, Dzat yang tidak ada asalnya
Manunggaling kawulo Gusti, krenteg ati bakal dumadi
Menyatunya hamba dengan Tuhan, kehendak hati akan terjadi
Mukti ingsun, tanpo piranti
Saya jaya, tanpa syarat (alat)
***
Sumebyar ing sukmo madu sarining perwito
Menyebar ke jiwa madu sarinya perwita
Maneko warno prodo, mbangun projo sampurno
Aneka warna prada, membangun diri yang sempurna
“Prodo adalah guratan tinta emas pada kain batik”
Sengkolo tido mukso, kolobendu nyoto sirno
Kesialan pasti musnah, musibah matapetaka nyata hilang
Tyasing roso mardiko …
Timbullah rasa merdeka atau bebas
Mugiyo den sedyo pusoko Kalimosodo
Semoga dengan ucapan pusaka kalimat syahadat
Yekti dadi mustiko, sajeroning jiwo rogo
Benar-benar jadi mustika di dalam jiwa raga
Bejo mulyo waskito, digdoyo bowo leksono
Beruntung mulia waskita, digdaya dan berwibawa
Byar manjing sigro-sigro
Byar terwujud gilang-gemilang
Ampuh sepuh wutuh, tan keno iso paneluh
Sakti tua utuh, tidak bisa disantet (diteluh)
Gagah bungah sumringah, ndadar ing wayah-wayah
Gagah riang gembira, merekah di sepanjang waktu
Satriyo toto sembodo, Wirotomo katon sewu kartiko
Kesatria tata sembada, bersinar seperti seribu bintang
Kataman wahyu … Kolosebo
Tertimpa (mendapatkan) wahyu kalaseba
***
Memuji ingsun kanthi suwito linuhung
Saya memuji dengan menghadap maha tinggi
Segoro gando arum, suhrep dupo kumelun
Laut berbau harum seperti dupa semerbak
Tinulah niat ingsun, hangidung sabdo kang luhur
Mengolah niat saya, mengidung (melantunkan) sabda (kata-kata) yang luhur
Titahing Sang Hyang Agung
Perintahnya Sang Maha Agung
Rembesing tresno, tondho luhing netro roso
Merembesnya kasih sayang, pertanda air mata rasa
Roso rasaning ati, kadyo tirto kang suci
Rasa perasaan hati, seperti air yang suci
Kawistoro jopo montro, kondang dadi pepadang
Diwujudkan japa mantra, hebat jadi penerang
Palilahing Sang Hyang Wenang
Ridhonya Sang Maha Berwenang
Nowo dewo jawoto, tali santiko bawono
Sembilan wujud dewa, tali kekuatan dunia (semesta)
Prasido sidhikoro, ing sasono asmoroloyo
Abadi memuji di singgasana surga
Sri Narendro Kolosebo, winisudo ing gegono
Sang Raja Kolosebo, diwisuda di angkasa
Datan gingsir … sewu warso
Tidak akan tenggelam (lengser) … seribu tahun
Makna Kidung Kolosebo

Kidung ini memiiki lirik-lirik yang mengandug muatan dan pesan islami. Harapan dan doa di balut dengan syair syair yang memiliki makna yang religius. Kidung wahyu kolosebo mengandung kisah seorang hamba yang mewaspadai gangguan setan dan mencoba mendekatkan diri kepada yang maha kuasa.
Selain itu lirik lirik di dalamnya kebanyakan selalu meminta agar dijauhka dari segala kesesatan dunia (hawa nafsu).
Seperti petikan lirik “mekak hawa, hawa kang dur angkara” (dengan mengendalikan hawa, hawa nafsu yang diliputi angkara murka), Memohon agar selalu di lindungi dari hawa nafsu dunia dan sifat murka.
“Senadyan setan gentayangan, tansah gawe rubeda” (walaupun setan gentayangan selalu membuat gangguan). “hinggo pupusing zaman” (hingga akhir zaman),” di sini dikatakan bahwasannya setan akan selalu bergentayangan menjerumuskan manusia sampai akir zaman (hinggo pupusing jaman).
Terlihat jelas bahwa syair yang sampaikan merupakan bentuk permohonan kepada Yang Maha Kuasa agar kita selalu memiliki sikap mawas diri.
Tak hanya sebagai bentuk permohonan agar dijauhkan dari sifat mengumbar nafsu angkara dan hal-hal tidak bermanfaat lainnya. Namun juga bentuk kepasrahan diri agar diberikan ilmu berupa kebaikan (batin dan pikiran), dan rasa kasih sayang kepada sesama mahluk.
Hal ini terekam pada lirik “Memuji ingsun kanthi suwito linuhung” (aku memuji dengan menghadap Maha Tinggi) dan “Ginulah niat ingsun, hangidung sabdo kang luhur” (Mengolah Hati, Tekad, & Niat, mengkidung kata kata luhur (tinggi).
Kidung Wahyu Kolosebo merupakan syair-syair Jawa yang mengagungkan kalimat tauhid sebagai dasar keimanan bagi seorang muslim. Di mana pada beberapa liriknya, tersematkan kata-kata “Mugiyo den sedyo pusoko Kalimosodo” (semoga karena ucapan pusaka kalimat syahadat), yang digunakan oleh umat Silam yang mengakui keesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha, sebagai yang Maha Tinggi.