Tembung Kawi- Istilah merupakan kata, kalimat maupun gabungan kata yang digunakan sebagai nama, julukan, atau lambang dengan cermat. Istilah tergolong jenis kata ungkapan yang dapat mengungkapkan makna rasa, konsep, proses, keadaan, maupun sifat yang khas pada bidang tertentu seperti ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Dalam bahasa Indonesia istilah sering di pakai untuk menamai sebuah tempat, makanan, hingga nama seseorang dengan tujuan dapat memberikan manfaat kepada pemilik nama tersebut. Tak hanya dalam bahasa Indonesia, Terdapat beberapa bahasa daerah di Indonesia yang dapat disebut sebagai istilah salah satunya adalah bahasa Jawa.
Bahasa jawa memiliki arti banyak sekali ketika bahasa Indonesia di terjemahkan dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa juga memiliki berbagai jenis kalimat dan kata yang digunakan khusus pada kondisi tertentu. Basa Krama adalah salah satu jenisnya, kemudian Basa Krama ini terbagi lagi menjadi berbagai kelompok.
Kita tidak akan membahas tentang Basa Krama, yang akan kita bahas kali ini bersangkutan dengan istilah yang ada di dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa memiliki banyak sekali materi di dalamnya, materi materi ini digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai contohnya adalah tembung, tembang, cerkak, geguritan, dan salah satunya juga istilah ini yang disebut sebagai tembung kawi.
Pembahasan Prasstyle.com kali ini akan tidak akan tertuju pada tembang macapat ataupun tembung camboran. Melainkan tertuju pada tembung kawi yang mana akan di paparkan luas dan gamblang sehingga pembaca mampu memahami isi di dalamnya. Dan juga sebagai sarana pembelajaran bagi siswa siswa khususnya bagi siswa sekolah dasar.
Mari kita kupas lengkap apa itu tembung kawi, contoh tembung kawi dan berbagai pembahasan lainya. Simak penjelasan dibawah ini.
Artikel ini Berisi
Tembung Kawi Yaiku?

Tembung kawi adalah suatu jenis dialek bahasa Jawa Kuno yang pernah berkembang di Pulau Jawa pada zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha Nusantara dan dipakai dalam penulisan karya-karya sastra. Dalam tradisi Jawa, tembung kawi juga disebut dengan istilah bahasa Jawa Kuno. (Dikutip dari wikipedia)
Tembung kawi merupakan jenis kata yang unik. Dapat menggambarkan sebuah karakter seseorang sehingga sering digunakan untuk sebuah nama. Mengapa unik? hal ini karena tembung kawi berasal dari bahasa Jawa kuno yang diwariskan oleh nenek moyang kita.
Tembung kawi yaiku golongan jenis tembung kang cak-cake winates ana ning basa endah. Tembung kawi biasane kanggo ning kesenian kethoprak, wayang, dagelan lan pranata adicara ing acara gedi kang gegayutan karo adat kejawen.
Makna utama dari Kawi adalah “penyair” sedangkan karya sastra yang dihasilkan oleh sang penyair atau sang kawi disebut kakawin (puisi) dan prosa. Kakawin ini merupakan rangkaian berbagai puisi yang dilengkapi dengan kata kata indah yang didalamnya teradapat pola tertentu.
Dalam tradisi Jawa, bahasa kawi tergolong dalam bahasa sanskerta. Tidak semua bahasa Jawa kuno mengandung bahasa tembung kawi di dalamnya, akan tetapi tidak sedikit juga nenek moyang kita yang memakai bahasa kawi sebagai pelengakap atau sekedar untuk keindahan bahasa.
Tembung kawi ini juga di ajarkan dalam mata pelajaran bahasa Jawa. Pembahasan tembung kawi juga terdapat pada pepak jawa, akan tetapi penjelasan rincinya belum ada di dalamnya.
Tembung kawi melambangkan adat istiadat Jawa yang masih ada hingga kini. Bahasa dari tembung kawi sangat indah dan layak untuk di lestarikan.
Namun sayang, beberapa masyarakat khususnya Jawa banyak yang belum mengerti bahkan belum mengenal tembung kawi ini. Kita sebagai generasi penerus bangsa wajib untuk melestarikan bahasa tembung kawi ini dengan cara belajar memahami, membacanya, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari hari.
Tembung kawi juga memiliki fungsi dimana fungsi ini tidak terdapat pada materi dalam bahasa Jawa lainya. Simak lebih lanjut! 🙂
Baca Juga: Tembung Saroja Lengkap Penjelasan dan Contohnya
Fungsi Tembung Kawi

Sama halnya dengan tembung lingga, tembung kawi juga memiliki fungsi tertentu sehingga tidak salah dalam penggunaan bahasa kawi ini.
Zaman dahulu bahasa kawi digunakan oleh nenek moyang untuk membuat karya sastra Jawa. Karena bahasa Jawa pada zaman dahulu tergolong rumit dan hanya sedikit yang dapat memahami.
Bahasa dari tembung kawi tergolong bahasa mati. Mengapa demikian? karena bahasa kawi tidak dapat di gabungkan dengan bahasa yang kita gunakan sehari hari. Apabila digabungkan, akan memiliki makna yang tidak singkron dan terkesan aneh (wagu).
Berikut Adalah Fungsi dari Tembung Kawi:
- Tembung kawi digunakan dalam dunia sastra Jawa zaman dahulu, seperti dalam kakawin, candi, candakarana, prasati dan masih banyak yang lainya.
- Umumnya tembung kawi digunakan untuk pertunjukan kethoprak, dagelan, wayang, bahkan pranata adicara dalam sebuah acara kejawen.
- Tembung kawi sering digunakan pada acara pernikahan jawa (kejawen).
- Tembung kawi dapat digunakan sebagai nama seseorang karena dipercaya dapat memberikan pengaruh positif kepada pemiliknya.
- Tembung kawi digunakan sebagai bahan studi ilmu linguistik, filologi, kesustraan, skripsi mahasiswa dan lain lain.
Sejarah Tembung Kawi

Awal mula digunakanya bahasa tembung kawi ini berasal dari prasasti Sukabumi pada tahun 804 M. Didalamnya terdapat penjelasan singkat mengenai bahasa kawi ini. Pada prasasti ini terdapat sebuah bukti yang membenarkan adanya bahasa tembung kawi yaitu tertulis dalam naskah Candakarana yang berisi cara membuat kakawin dan terdapat kamus tembung kawi yang isinya kumpulan kata dalam bahasa tembung kawi.
Berikut Adalah Sejarah Awal Penggunaan Bahasa Tembung Kawi:
- Sebelum abad ke 9 (IX) (Zaman prasejarah sastra tembung kawi)
Pada zaman ini, karya sastra Jawa yang berbahasa kawi diwariskan secara lisan, yakni diajarkan dari guru kepada murid muridnya
- Mataram
Kerajaan Mataram dimulai kurang lebih sekitar abad ke 9-10 Masehi yang saa itu pemerintahan dipimpin oleh Mpu Sindok pada tahun 925 sampai 962 Masehi. Kemudian berlanjut hingga pemerintahan dipimpin oleh raja Dharwangsa Teguh pada tahun 991 sampai 1007 Masehi. Zaman Mataram ini melahirlah karya sastra Jawa yang berbentuk prosa dan Kakawin Ramayana.
- Kediri
Adanya bahasa kawi di kejaraan Kediri ini bermula pada kepimimpian Raja Kediri yakni Prabu Airlangga pada tahun 1019 sampai 1049 Masehi sampai pemerintahan kerajaan diambil alih oleh Raja Kertanegara tahun 1268 sampai 1292 Masehi yang terletak di Singasari. Karya sastra kawi pada masa ini menghasilkan jenis tembang.
- Majapahit I (1239 – 1389 Masehi)
Adanya bahasa kawi diawali sejak lahirnya kerajaan Majapahit pada tahun 1239 M sampai kerajaan yang dipimpin oleh Hayam Wuruk mencapai puncak keemasan pada tahun 1350-1389 Masehi. Karya sastra tembung kawi Jawa yang dihasilkan pada masa ini adalah Brahmãódapurãóa, Sutasoma, dan Pãrthayajna.
- Majapahit II
Berawal pada masa pemerintahan Raja Wikrama Wardana pada tahun 1389 sampai 1482 Masehi hingga hancurnya kerajaan Majapahit pada tahun 1518 M. Karya sastra Jawa tembung kawi yang lahir pada masa ini adalah Kakawin Nitiuastra, Nirartha Prakerta, Dharmauunya dan Hariuraya.
Baca Juga: Tembung Entar Penjelasan, Ciri Ciri, dan 154+Contohnya
Peninggalan Karya Sastra Wilayah Jawa

Karya sastra Jawa ini berbentuk kakawin (puisi) dan prosa yang ada di Nusantara. Berikut adalah peninggalan karya sastra di wilayah Jawa.
Karya-Karya Sastra Jawa Kuno
Karya Sastra Jawa Kuno dalam Bentuk Prosa
- Candakarana
- Sang Hyang Kamahayanikan
- Brahmandapurana
- Agastyaparwa
- Uttarakanda
- Adiparwa
- Sabhaparwa
- Wirataparwa ~ 996
Karya Sastra Jawa Kuno dalam Bentuk Puisi (Kakawin)
- Kakawin Tertua Jawa ~ 856
- Kakawin Ramayana ~ 870
- Kakawin Arjunawiwaha, mpu Kanwa, ~ 1030
- Kakawin Kresnayana
- Kakawin Sumanasantaka
- Kakawin Smaradahana
- Kakawin Bhomakawya
- Kakawin Bharatayuddha, mpu Sedah dan mpu Panuluh ~ 1157
- Kakawin Hariwangsa
- Kakawin Gatotkacasraya
- Kakawin Wrettasañcaya
Baca Juga: Tembang Gambuh (Pengertian, Watak, & Paugeran)
Karya-Karya Sastra Jawa Tengahan
Karya Sastra Jawa Tengahan Bentuk Prosa
- Tantu Panggelaran
- Calon Arang
- Tantri Kamandaka
- Korawasrama
- Pararaton
Karya Sastra Jawa Tengahan Bentuk Puisi (Kakawain)
- Kakawin Dewaruci
- Kidung Sudamala
- Kidung Subrata
- Kidung Sunda
- Kidung Panji Angreni
- Kidung Sri Tanjung
Karya-Karya Sastra Jawa Baru
Karya Sastra Jawa Baru
- Kidung Rumeksa ing Wengi
- Kitab Sunan Bonang
- Primbon Islam
- Suluk Sukarsa
- Serat Koja Jajahan
- Suluk Wujil
- Suluk Malang Sumirang
- Serat Nitisruti
- Serat Nitipraja
- Serat Sewaka
- Serat Menak
- Serat Yusup
- Serat Rengganis
Baca Juga: Tembang Dhandhanggula (Pengertian, Watak, Paugeran)
Contoh Tembung Kawi dan Artinya (Kamus Lengkap)

A
- Agni: geni
- Agra: pucuk
- Ajar: pandhita
- Aji: Ratu, Raja
- Akasa: awang-awang
- Aldaka: gunung
- Amba: aku, ingsun
- Ambeg: sipat
- Ancala: gunung
- Andaka: bantheng
- Angga: awak
- Anggung: tansah
- Angkara: loba
- Apsara: dewa
- Asura: buta
- Ardi: gunung
- Arga: gunung
- Aris: alon, sareh
- Arka: srengenge
- Arsa: arep
- Astha: wolu
- Asthi: gajah
- Atma: anak
- Atmaja: anak
- Aywa: aja
- Abra: sumorot
- Adipati: bupati
- Aditya: srengenge
- Adilaga: paprangan
- Adyaksa: jaksa
- Aglar: sumebar
- Akrami: ningkah, susila
- Akasama: pangapura
- Amerta: banyu, urip
- Anggada: gelang
- Andaru: lintang
- Ananta: warna-warna
- Anapi: nanging
- Among: njaga
- Amrik: ngambar wangi
- Andaka: bantheng
- Anderpati: kendel banget
- Andakara: srengenge
- Andika: ngandika
- Andrawina: pasugatan
- Angakara: tamak
- Arcapada: jagad, bumi
- Astana: kuburan
- Arimong: macan
- Arjasa: wit
- Arnawa: segara, lautan
- Asta: wolu
- Asung: weweh
- Among karso: karepe dhewe
- Among karsa: mrintah neg.
- Atmaka: anak
- Asup: mlebu
- Aswa: jaran
- Awiyat: awang-awang
- Ayun: arep gelem
B
- Badhama: gaman
- Badra: rembulan
- Bantala: lemah
- Baruna: segara
- Bathara: dewa
- Bayu: angin
- Bagaspati: srengenge
- Bacira: alun-alun
- Bagawan: pandhita
- Baka: langgeng
- Bagaskara: srengenge
- Bajra: inten, bledeg
- Bagya: begja
- Bandayuda: perang
- Bathari: dewi
- Bayangakara: prajurit
- Basmi: kobong
- Basanta: rembulan
- Banawi: kali
- Banawa: prau
- Balitu: bodho.
- Birawa: gagah, giris
- Biksu: pandhita
- Bima: medeni
- Belasungkawa: melu susah
- Banu: sorot srengenge
- Bawa: laksana Nuhoni guneman
- Boga: pangan
- Boja: pangan
- Bojaan: pesta
- Boma: awang-awang
- Bomantara: langit
- Bondhan: njoged
- Botrawi: tlaga.
- Bramara: tawon
- Brama: geni
- Bramantya: nesu
- Brangtha: kasmaran
- Brasth: rusak, ilang
- Bujaga: pesta
- Bupala: Raja
- Butala: lemah
- Buwana: bumi
- Bulubekti: pajeg
- Busana: sandhangan
C
- Cakra: rodha
- Cakrawala: langit
- Candhala: daksiya
- Candra: rembulan
- Candramawa: kucing
- Canthoka: kodhok
- Canthula: kurang ajar
- Caraka: utusan
- Catur: papat
- Cidra: durjana
- Cintra: susah, cilaka
- Cipta: ngarang
- Citra: gambaran
- Crema: wlulang, kulit
- Culika: durjana
- Cundhaka: utusan
- Curiga: keris
D
- Dahana: geni
- Danawa: buta
- Dhandhang: gagak
- Dhadhu: abang
- Dhatulaya: kraton
- Dasa: sepuluh
- Datan: ora
- Dipangga: gajah
- Dirgantara: awang-awang
- Ditya: buta
- Diyu: buta
- Dhingin: dhisk
- Driya: ati
- Duk: nalika
- Duksina: kidul
- Dulu: ndeleng
- Duta: utusan
- Dwi: loro
- Dwija: guru
- Dhuhkita: susah
- Dumadi: urip
- Dahaga: geni
- Dahat: banget
- Dara: bocah wadon
- Danu: gendhewa
- Daksa: pinter
- Danta: untu
- Daksina: tengen, kidul
- Darbe: suket
- Dawala: putih
- Dasih: abadi
- Darsana: conto
- Darpita: kendel seru
- Darma: wajib
- Dayinta: putih
- Dewangkara: srengenge
- Den: di
- Dennya: sarehne
- Dhandaha: gada
- Dhihi: biyen
- Dibya: misuwur
- Dipati: Raja
- Diraga: gajah
- Digdaya: sakti
- Dira: kendel
- Dite: dina Minggu
- Dhingin: dhisik
- Drana: sabar
- Dri: gunung
- Dura: adoh
- Dumilah: sorot
- Dur: jahat, ala
- Dustha: julig
- Duratmaka: wong ala
- Durna: pangayoman
- Durga: alangan, bebaya
- Dwipangga: gajah
- Dwipa: gajah, pula
- Dyatmika: anteng, alus
- Dyah: putri
- Dyan: putra, banjur
E
- Eka: siji
- Eksi: mata
- Erawati: bledeg
- Ernawa: segara
- Esa: tunggal
- Esti: karep
- Ekapraya: sarembug
- Entar: sanepa
- Endah: becik
- Enu: dalan
G
- Gahana: jurang
- Gapura: lawang, agung
- Gata: laku
- Gatra: baris
- Gegana: awang-awang
- Giri: gunung
- Guntur: jugrug
- Gurnita: gludhug
- Guruh: bledheg
- Gya: enggal
- Garini: bojo
- Gama: dalan
- Garbini: meteng, mbobot
- Gangga: kali, banyu
- Gana: mendhung, mega
- Gandhi: palu
- Garba: weteng
- Gandarwa: uta, dhemit
- Gerah: awang-awang
- Gita: kembang
- Gili: gunung cilik
- Giwangkara: srengenge
- Gini: wong wadon
- Gora: banget, gedhe
- Grana: irung
- Gra: banget, pucuk
- Graha: lintang, omah
- Gupala: baureksa, rca
- Gung: gedhe
I
- Iba: gajah
- Ima: mega
- Imalaya: gunung
- Ina: aso
- Indriya: karep
- Ingsun: aku
J
- Jala: banyu
- Jaladara: mendhung
- Jaladri: segara
- Jalanidhi: segara
- Jalu: lanang
- Jalma: wadon
- Jawata: dewa
- Jarwa: teges
- Jaya: menang
- Jenar: kuning
- Juwita: wanita
- Jagad: bumi, donya
- Jahnawi: banyu
- Jahni: banyu
- Jana: wong
- Jatha: siung
- Janaloka: donya
- Jangga: gulu
- Jati: asli, nyata
- Jnggala: alas
- Jladri: segara
- Jilma: wong
- Jingga: abang nom
- Jumantara: langit
- Judhi: perang
- Jurit: perang
- Juga: mung
K
- Kadya: kaya
- Kaga: manuk
- Kalbu: ati
- Kaloka: kesuwur
- Kalpika: ali-ali
- Kalyana: linuwih
- Kanan: tengen
- Kapti: karep
- Kapiyarsa: keprungu
- Kardi: gawe
- Karta: aman
- Kartika: lintang
- Karya: gawe
- Kayun: karep
- Kencana: emas
- Kering: kiwa
- intaka: layang
- Kisma: lemah
- Kresna: ireng
- Kukila: manuk
- Kuncara: misuwur
- Kusuma: kembang
- Kuwawa: kuwat
- Kaca: rambut
- Kadhaton: kraton
- Kalindhih: kalah
- Kalpa: kaya
- Kalwang: lawa
- Kanuraga: digdaya
- Kanin: tatu
- Kanugrahan: paweh
- Kanaka: kuku, emas
- Kawuryan: katon
- Kangkan: pedhang
- Kawi: cerita
- Kawangwang: katon
- Kantaka: semaput
- Kawuri: biyen
- Karga: keris
- Karna: kuping
- Kapi: kethek
- Kasatmata: katon
- Karma: kelakuan
- Kenyar: sorot
- Kelimengan: peteng
- Kenya: bocah wadon
- Kengis: katon
- Kinanthi: digandeng
- Kirana: rembulan
- Kingkin: sedhih
- Krura: nesu, golok
- Komala: alus, inten
- Koswa: wadyabala
- Kongas: misuwur, sumebar
- Kriya: pangawean
- Kuda: jaran
- Kurda: nesu seru
- Kumara: bocah
- Kusala: pinter, apik
- Kunarpa: bangka
- Kundhala: ali-ali
- Kumba: sirah, bocah
L
- Lalis: mati
- Lampus: mati
- Langking: ireng
- Lastri: bengi
- Layu: mati
- Lebda: pinter
- Lena: mati
- Lir: kaya
- Loh jinawi: subur
- Loka: jagad
- Ludira: getih
- Luhur: mulya
- Lumaksana: mlaku
- Laban: kilat
- Layon: janasah
- Laya: panggonan
- Labuh: tumiba, tiba
- Latri: bengi
- Lawan: karo
- Lamkita: tanda, ngalamat
- Lara: susah, prawan
- Laksmi: ayu
- Langkap: gendhewa
- Laga: perang
- Laksita: konangan
- Lagya: lagi
- Lamun: yen
- Lelana: ngumbara
- Lebuh: dalam
- Leksana: mlaku
- Listya: ayu
- Lingga: tandha, reca
- Lirwa: sembrana
- Lodra: galak
- Lohita: abang
- Lungayan: gulu
- Lukita: tuladha
- Luhung: luhur
M
- Madya: tengah
- Makarya: nyambut gawe
- Mameh: golek
- Mami: aku
- Mandholo: bumi
- Manggal: panggedhe
- Manjing: mlebu
- Marga: dalan
- Margana: panah
- Marta: sabar
- Maruta: angin
- Mijil: metu
- Mina: iwak
- Mitra: kanca
- Miyarsa: krungu
- Mudha: enom
- Mulat: weruh
- Muroni: ngendemi
- Murda: sirah
- Musna: ilang
- Mustaka: sirah
- Maya: remeng-remeng
- Maha: banget
- Marus: getih
- Maharsi: pandhita
- Martani: sabar
- Mala: cacad
- Marcapala: jagad
- Manira: aku
- Manik: inten
- Mandhala: bumi, tlatah
- Mandhira: wit wringin
- Mandrawa: kadohan
- Mandragini: papan sare
- Mandraguna: wicaksana
- Merjaya: mateni
- Meru: gunung
- Miguna: pinter
- Miyat: ndeleng
- Minantaka: nelayan
- Mimba: metu
- Mintuna: jodho
- Mindha: padha
- Minging: wangi
- Mong: macan
- Maksa: mati, ilang
- Mring: marang
- Mrih: supaya
- Musthika: inten
- Murud: lunga, mati
- Murti: awak
- Mundhing: kebo
- Murba: mrintah
- Munggwing: ana ing
- Myat: ndeleng
N
- Nala: ati
- Nalendra: prabu
- Narmada: kali
- Narya: ratu
- Nata: ratu
- Naga: ula
- Nagagini: ula wadon
- Nara: wong, punggawa
- Nawala: layang
- Narendra: raja
- Nendra: turu
- Netra: mripat
- Nestapa: sedih
- Ngalembana: ngelem
- Ngarsa: ngarep
- Ngesthi: mikir
- Nir: ilang
- Nila: biru
- Nindya: utama, ora cacat
- Nirbaya: kendel, seru
- Nimpuna: pinter
- Nuladha: niru
- Nuswa: pulo
- Nugraha: ganjaran, peparing
O
- Obar-abir: pilat
- Orem: semambat
P
- Pabaratan: paperangan
- Pada: sikil
- Palagan: paperangan
- Palastra: mati
- Palupi: tuladha
- Pambayun: pambarep
- Pamulu: praen
- Panca: lima
- Pancakara: perang
- Panti: omah
- Pangaksama: pangapura
- Pangastuti: sembah
- Pangupajiwa: panguripan
- Paramarta: luhur
- Patra: gedhong
- Pawiyatan: sekolah
- Pidha: karya
- Pita: kuning
- Pradangga: gamelan
- Praja: negara
- Pralaya: mati, rusak
- Pramuka: panggedhe
- Prapta: teka
- Pratala: lemah
- Pratiwi: lemah
- Prawira: kendel
- Priya: lanang
- Priyangga: dhewe
- Purna: ganap, bubar
- Puspita: kembang
R
- Radyan: raden
- Rahayu: slamet
- Raga: awak
- Ratri: bengi
- Rawi: srengenge
- Rekta: abang
- Rena: ibu
- Ripta: ngarang
- Roga: lara
- Rukmi: emas
S
- Saeka praya: rukun
- Sah: pisah
- Sakti: digdaya
- Samirana: angin
- Samodra: segara
- Samya: padha
- Sana: panggonan
- Sanggraha: cawisan
- Sardula: pangan
- Sarira: badan
- Sarpa: ula
- Sasana: papan
- Sasangka: rembulan
- Sasmita: tandha
- Sastra: tulis
- Sata: satus
- Sato: kewan
- Sawego: sediya
- Seta: putih
- Sigra: gelis
- Sila: patrap
- Sinudarsana: ditiru
- Sira: kowe
- Sirna: ilang
- Siswa: murid
- Sitoresmi: rembulan
- Siwi: anak
- Soca: mripat
- Sopana: dalan
- Sona: asu
- Song: payung
- Sotya: inten
- Sudarma: bapak
- Sudarsana: conto
- Sudir: digdaya
- Sumbaga: misuwur
- Sungkawa: susah
- Sunu: anak
- Sura: wani
- Surya: srengenge
- Suta: anak
- Sweda: kringet
T
- Tan:ora
- Tanaya: anak
- Taru: wi
- Taruna: enom
- Tinon: katon
- Tirta: banyu
- Tliti: turun
- Trusta: seneng
- Turangga: jaran
- Tyas: ati
U
- Udrasa: tangis
- Udyana: taman
- Upaya: golek
- Upiksa: weruh
- Usada: tamba
- Utama: becik
- Utara: lor
W
- Wacana: caturan
- Waluya: waras
- Wana: alas
- Wanara: kethek
- Wandawa: kadang
- Wardaya: ati
- Warih: banyu
- Warsa: taun
- Wasana: pungkasan
- Waskita: awas
- Waspa: luh
- Wastra: sandhangan
- We: banyu
- Wibawa: luhur
- Wibi: ibu
- Wicara: guneman
- Widi: Knag Maha Agung
- Widya: kawruh, pinter
- Wil: guna
- Wilis: ijo
- Wimba: wetu
- Wira: prajurit
- Winursita: dicritakake
- Wisma: omah
- Wisuda: angkat
- Wiyati: awang-awang
- Wredha: tuwa
- Wreksa: kayu
- Wukir: gunung
- Wuntat: buri
- Wuyung: kasmaran
Y
- Yana: kreta
- Yasa: gawe
- Yayah: bapak
- Yekti: bener
- Yitna: ngati-ati
- Yoga: anak
- Yogya: becik
- Yuda: perang
- Yuwana: slamet
- Ywa: aja
Demikian penjelasan lengkap mengenai tembung kawi, bonusnya buat kamu adalah kamus lengkap tembung kawi. Semoga setelah membaca ini kamu dapat memahami tembung kawi dan semoga bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Terimakasih 🙂 😉